Apakabar Indonesia hari ini
Mar 07, 2025 · Ditulis oleh Andi Suardi

Pungutan liar (pungli) memang berkelindan dengan korupsi. Mereka serupa tapi tak sama, ada tapi tak kasat mata, merajalela tapi tetap dimaklumkan, seolah hal tersebut sudah biasa terjadi.
Selama masyarakat tidak keberatan ‘menghibahkan’ sebagian kecil hartanya bagi para pemungut, masyarakat akan tetap diam. Tentu saja pemakluman yang terus menerus ini berimbas pada kepercayaan dan kualitas terhadap institusi terkait.
Beda cerita ketika pungutan itu terjadi di sebuah institusi yang lebih besar dari segi fungsi dan kedudukannya terhadap negara. Secara otomatis hal ini akan menyedot perhatian yang lebih besar pula. Terlebih jika institusi tersebut ‘tertangkap basah’ oleh presiden, seperti yang beberapa waktu lalu terjadi di Kementerian Perhubungan. Jumlahnya pun fantastis, hingga mencapai milyaran rupiah.
Belum lagi deretan kasus-kasus pungli lainnya baik yang masih tersembunyi ataupun yang sudah terungkap. Pungli dapat dikatakan menjadi sesuatu yang lumrah demi mendapatkan pelayanan terbaik. Tidak dapat dipungkiri, pungli disini juga melibatkan struktur kedudukan maupun institusi, dari tingkat rendah sampai ke tingkat tinggi.
Miris ketika fakta menunjukan bahwa pungli bahkan telah menggerogoti badan sekelas kementerian. Artinya suprastruktur dan infrastruktur di Indonesia belum berjalan dengan baik, yang kemudian bersinggungan dengan stabilitas negara yang belum memadai.
Sensor media massa dan masyarakat pun seperti baru diaktifkan, karena mendadak menyorot dan memberitakan kasus pungli dalam kuantitas dan ruang yang lebih besar. Pungli menjadi isu yang bertransformasi menjadi opini publik dan menjadi trending topic untuk beberapa waktu.
Permasalahan dan penyelesaiannya baru akan dipikirkan bersama-sama setelah dampak pungli dirasa akan mendegradasi bangsa dari berbagai macam aspek seperti mental, pendidikan, dan ekonomi. Ketika isu tersebut redup, bukan tidak mungkin pengawasan terhadap pungli menjadi menipis, bahkan hilang sama sekali.
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel pernah mengemukakan sembilan elemen jurnalisme. Satu diantaranya adalah jurnalisme sebagai pelayan masyarakat dan pemantau terhadap kekuasaan, atau lebih sering dikenal dengan istilah watchdog. Di sini jurnalisme yang diaplikasikan dalam media massa diharapkan dapat mengimplementasikan secara nyata perihal pengawasan dan pengawalan terhadap pemberantasan pungli.
Media massa perlu membungkus isu ini menjadi hal yang krusial dan perlu dicermati agar masyarakat hingga jajaran pemerintahan semakin sadar akan dampak negatif terhadap pungli. Jaksa Agung M. Prasetyo mengemukakan dampak negatif tersebut. Diantaranya adalah pungli akan memberatkan masyarakat, iklim investasi akan terpengaruh dalam dunia usaha, dan pungli juga akan berpengaruh pada merosotnya wibawa hukum.
Media massa dikenal sebagai pemberi informasi terhadap masyarakat. Oleh sebab itu, masyarakat tentu memiliki kepercayaan khusus kepada media massa demi terciptanya keadilan dan kebenaran. Tentunya peran masyarakat juga dibutuhkan demi memperkuat pengawasan, karena biasanya masyarakat yang mengalami langsung tindakan pungli tersebut.
*Pernah dimuat di Koran Sindo, Edisi 9 November 2016
Judul asli “Sensitivitas Media Massa dan Masyarakat”
Selama masyarakat tidak keberatan ‘menghibahkan’ sebagian kecil hartanya bagi para pemungut, masyarakat akan tetap diam. Tentu saja pemakluman yang terus menerus ini berimbas pada kepercayaan dan kualitas terhadap institusi terkait.
Beda cerita ketika pungutan itu terjadi di sebuah institusi yang lebih besar dari segi fungsi dan kedudukannya terhadap negara. Secara otomatis hal ini akan menyedot perhatian yang lebih besar pula. Terlebih jika institusi tersebut ‘tertangkap basah’ oleh presiden, seperti yang beberapa waktu lalu terjadi di Kementerian Perhubungan. Jumlahnya pun fantastis, hingga mencapai milyaran rupiah.
Belum lagi deretan kasus-kasus pungli lainnya baik yang masih tersembunyi ataupun yang sudah terungkap. Pungli dapat dikatakan menjadi sesuatu yang lumrah demi mendapatkan pelayanan terbaik. Tidak dapat dipungkiri, pungli disini juga melibatkan struktur kedudukan maupun institusi, dari tingkat rendah sampai ke tingkat tinggi.
Miris ketika fakta menunjukan bahwa pungli bahkan telah menggerogoti badan sekelas kementerian. Artinya suprastruktur dan infrastruktur di Indonesia belum berjalan dengan baik, yang kemudian bersinggungan dengan stabilitas negara yang belum memadai.
Sensor media massa dan masyarakat pun seperti baru diaktifkan, karena mendadak menyorot dan memberitakan kasus pungli dalam kuantitas dan ruang yang lebih besar. Pungli menjadi isu yang bertransformasi menjadi opini publik dan menjadi trending topic untuk beberapa waktu.
Permasalahan dan penyelesaiannya baru akan dipikirkan bersama-sama setelah dampak pungli dirasa akan mendegradasi bangsa dari berbagai macam aspek seperti mental, pendidikan, dan ekonomi. Ketika isu tersebut redup, bukan tidak mungkin pengawasan terhadap pungli menjadi menipis, bahkan hilang sama sekali.
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel pernah mengemukakan sembilan elemen jurnalisme. Satu diantaranya adalah jurnalisme sebagai pelayan masyarakat dan pemantau terhadap kekuasaan, atau lebih sering dikenal dengan istilah watchdog. Di sini jurnalisme yang diaplikasikan dalam media massa diharapkan dapat mengimplementasikan secara nyata perihal pengawasan dan pengawalan terhadap pemberantasan pungli.
Media massa perlu membungkus isu ini menjadi hal yang krusial dan perlu dicermati agar masyarakat hingga jajaran pemerintahan semakin sadar akan dampak negatif terhadap pungli. Jaksa Agung M. Prasetyo mengemukakan dampak negatif tersebut. Diantaranya adalah pungli akan memberatkan masyarakat, iklim investasi akan terpengaruh dalam dunia usaha, dan pungli juga akan berpengaruh pada merosotnya wibawa hukum.
Media massa dikenal sebagai pemberi informasi terhadap masyarakat. Oleh sebab itu, masyarakat tentu memiliki kepercayaan khusus kepada media massa demi terciptanya keadilan dan kebenaran. Tentunya peran masyarakat juga dibutuhkan demi memperkuat pengawasan, karena biasanya masyarakat yang mengalami langsung tindakan pungli tersebut.
*Pernah dimuat di Koran Sindo, Edisi 9 November 2016
Judul asli “Sensitivitas Media Massa dan Masyarakat”